Ajari Anak-anak Cara Cium Tangan yang Benar

SALAHSATU hal menarik yang menjadi sorotan redaksi AksiBorneo di tiap hari raya Idul Fitri adalah hal ihwal ‘cium tangan’.

Tidak ada aturan khusus atau perintah dalam syariat Islam tentang ‘cium tangan’. Tradisi ini hanya merupakan etika muslim sebagai perwujudan menghormati orang yang lebih tua – missal terhadap  ibu dan ayah, nenek – kakek, paman – bibi,  abang – kakak, atau orang lain yang dihormati. Ringkasnya terhadap yang lebih tua usianya dalam lingkungan keluarga dan kerabat, sebagai pertanda penghormatan dan mohon redha dari orang-orang yang layak dihormati.

Kebiasaan ‘cium tangan’ dalam keluarga Arab Al’Alawiyin atau Ba’Alawy disebut ‘sebah’ (bukan sembah). Sebah artinya menghadap, menjumpai orang yang lebih tua dalam usia atau lebih tinggi dalam kedudukan sesama muslim – dengan  sikap merendah penuh hormat. Jadi sebah atau cium tangan, sama sekali bukan perwujudan menyembah. Sebab hanya Allah yang wajib disembah.

Sebah atau cium tangan bukan pula sungkeman dalam sikap tertentu pada  tradisi orang jawa, meskipun ada bentuk sikapnya yang sama, yaitu mohon redha.  

Bagaimanakah sikap cium tangan yang benar?

Sekarang sikap menyium tangan dimaksud, makin hari makin terlihat dan terasa hambar karena bersalah-salahan dalam menyikapi atau melaksanakannya.

Kesalahan-kesalahan tersebut realitanya terjadi pembiaran, baik dalam lingkungan keluarga, di sekolah-sekolah – terutama sekolah muslim, maupun di tempat-tempat umum lainnya.

Indra penciuman adalah hidung, jadi seyogyanya punggung tangan yang dicium dengan atau oleh hidung penuh hidmat dan rasa hormat. Tapi yang terjadi di tengah masyarakat kita, cium tangan dianggap kebiasaan belaka, dilakukan hanya sambil lalu – bahkan sambil cengengesan dibawa ke pipi atau ke dahi, ke dagu, atau membawa punggung tangan yang mesti dicium itu ke kepala atau ke leher.

Perhatikanlah, sikap lintang pukang cara menyium tangan seperti itu pasti banyak pula terjadi pada Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha dan atau di hari-hari khusus lainnya.

Sikap bersalah-salahan demikian tidaklah boleh dibiarkan, perwujudan hidmat religinya tidak terasa – tidak menyentuh – bahkan sudah menyerupai semacam formalitas belaka.

Sikap pembiaran demikian tidak mendidik tanpa perhatian sama sekali untuk memperbaikinya. Akibatnya akan terjadi hingga dewasa, seperti kata pribahasa ala bisa karena biasa.

Bukankah indra penciuman adalah hidung? Jadi jangan biarkan anak membawa punggung tangan yang dicium itu ke pipi, dahi, atau ke leher. Cium tangan tak boleh asal-asalan. Cium tangan itu dengan sebenar-benarnya menyium tangan dengan cara bersebah khitmat.

Jika Anda mengenakan masker, copot dulu maskernya, supaya yang bersentuhan adalah punggung tangan yang dicium dengan hidung yang menyium tanpa penghalang.

Ingat, ridho Allah ada pada ridho kedua orang tua.

Minal Aidin wal Faidin, mohon maaf lahir dan batin.*

Comments
Loading...